Jangan Percaya Seratus Persen

Saya kenal betul dengan Oca dan Rifki (bukan nama sebenarnya). Mereka sahabat yang punya semangat entrepreneur. Meskipun Oca masih kuliah, dia sudah menjadi consultant salah satu bisnis Multi Level Marketing (MLM) kecantikan. Sedangkan Rifki bekerja sebagai staff ekspor impor. Meskipun sibuk dengan pekerjaannya, Rifki selalu merancang usaha-usaha yang ingin ia geluti. Dan biasanya ia sampaikan itu pada saya dan Oca.
Suatu hari, orang tua Oca menawari sebidang tanah bekas show room tanaman hias kepada Rifki. Tanpa pikir panjang, Rifki menerima tawaran itu. Ia langsung meninjau lokasi, memperbaiki saung yang sudah lapuk karena lama tak terpakai, memperbarui pagar, dan lain sebagainya. Rifki juga selalu menceritakan kepada saya perihal rencanya membuka kembali show room tanaman hias orang tua Oca itu. Bahkan ia tak segan menyodorkan angan-angannya yang membumbung seperti, “Kalau nanti show room ini sudah dibuka, saya akan membuat cafĂ© kecil-kecilan. Saya juga akan berternak kelinci dan ayam di sini. Saya pikir tempat ini akan punya progress yang bagus.”
Saya cukup kagum pada semangat sahabat saya ini. Tapi rupanya, Oca diam-diam merasa keberatan karena Rifki belum pernah bicara soal rencana usahanya ini kepada orang tua Oca. Meskipun orang tua Oca sudah mempersilakan Rifki menempati tanah itu, tetapi orang tua Oca juga perlu tahu apa yang akan Rifki lakukan di tanah mereka. Berkali-kali Oca meminta Rifki datang ke rumahnya, tetapi Rifki selalu menggampangkan. Saya kerap kali mengingatkan Rifki, tetapi dia selalu beralasan sibuk dan tak sempat menemui orang tua Oca. “Tenang saja. Saya kan sudah menceritakan semua pada Oca. Jadi Oca yang bertugas menjelaskan pada orang tuanya.” Begitu kata Rifki.
Rifki yang bersifat bossy itu pun meminta Oca mengirimkan tanaman-tanaman hias yang belum terjual yang masih tersimpan di rumah Oca untuk dijual kembali di show room yang sudah rapi itu. Orang tua Oca kaget mendapati anaknya sudah menyewa truk (atas suruhan Rifki) untuk membawa semua tanaman hias itu dari rumahnya ke show room yang jarak tempuhnya kira-kira satu setengah jam. Orang tua Oca marah besar. Mereka menganggap Rifki sudah terlalu lancang dengan menyuruh Oca menyewa truk, mengangkut semua tanaman hias tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepada mereka. Tapi truk sudah kadung disewa, Oca mengangkut sendiri tanaman-tanaman itu tanpa bantuan orang tuanya.
Beberapa bulan berlalu. Rifki belum juga menemui orang tua Oca. Dia pun jarang sekali menceritakan pada saya tentang perkembangan show room-nya. Sampai akhir September 2013 ini, saya, Rifki dan Oca kembali berkumpul. Saya kaget sekali mendengar pembicaraan Rifki dan Oca. Rifki meminta Oca menyewa truk lagi untuk mengangkut semua tanaman hias di show room. Rifki memutuskan untuk menyudahi usahanya (padahal show room belum pernah dibuka). “Kantor akan sangat menyibukkan saya untuk beberapa bulan ke depan. Dari pada show room tak terurus, lebih baik saya fokus saja pada pekerjaan dan meninggalkan usaha ini.” Katanya tanpa rasa bersalah. Rifki juga kembali menyuruh Oca untuk bicara pada orang tuanya. Ia berdalih sibuk sehingga tidak bisa menemui langsung orang tua Oca.
Saya melihat kekecewaan yang sangat di wajah Oca. Jangankan Oca, saya juga merasa sangat kecewa pada sikap Rifki. Kami tidak menyangka, dia yang selalu menggembor-gemborkan usaha barunya itu, seolah menunjukkan bahwa ia memiliki keyakinan yang tinggi usahanya ini akan lancar dan berkembang. Tapi pada kenyataannya dia sendiri yang mundur, bahkan ia tidak mau mempertanggung jawabkan laporan usahanya ini pada orang tau Oca selaku pemilik tanah.
Hal ini memberikan pelajaran berharga bagi saya. Setidaknya ada tiga hikmah penting yang mesti saya catat. Pertama, jangan terlalu yakin pada pemikiran kita tentang masa depan (tetaplah berusaha tawadhu). Kedua, jangan terlalu banyak pamer hal-hal yang baru sebatas rencana, jika semua rencana itu ternyata hanya di mulut saja, tidak dibarengi dengan realisasi. Sehingga akhirnya akan membuat kita malu. Ketiga, tetap hati-hati untuk menjalin usaha dengan sahabat sekalipun. Kita harus benar-benar tahu bagaimana karakter partner kita itu sebenarnya. Agar tidak menyesal akhirnya.

0 komentar:

Post a Comment