Malam itu, 16 Desember 2012, saya baru saja
tiba di rumah ketika ponsel saya berderit.Ada sms masuk dari Ghaniyyu, sahabat
saya di Majelis Puisi Rumah Dunia.Tugas
MP minggu depan : buat tulisan tentang Umbu Landu Paranggi.Begitu yang
ditulis Ghaniyyu di pesan singkatnya.Lalu tak lama masuk pesan dari Poetry Ann,
penyair muda yang juga peserta Majelis Puisi yang sudah saya anggap sebagai
kakak saya sendiri.Poerty Ann mengabarkan hal serupa dengan Ghaniyyu.Sejenak
saya tinggalkan Galaxy Mini saya dan ketika kembali saya membaca lagi pesan
mereka.
Umbu Landu Paranggi. Nama yang sangat asing
di telinga saya. Duh, tentunya ini akan jadi hal yang memalukan. Seharusnya
saya tidak meninggalkan Majelis Puisi sore itu. Seharusnya saya tidak
kebingungan dan bertanya-tanya siapa atau apa Umbu Landu Paranggi itu.
Tiba-tiba muncul bayangan saya sendiri, berdiri di hadapan saya dan mulai
menertawakan saya.Ah, betapa memalukannya saya yang mengaku suka puisi, bahkan
ingin menjadi penyair hebat tapi tidak tahu penyair sekelas Umbu Landu Paranggi!
Saya mulai googling tentang Umbu.Dari Mbah
Googlesaya baru tahu kalau Umbu itu penyair senior.Penyair yang lahir di
Sumba Timur, 10 Agustus 1943 silam.Ia tidak hanya terkenal di Yogyakarta,
tempatnya membuat komunitas penyair Malioboro, tapi ia terkenal seantero
nusantara.Bahkan penyair-penyair hebat seperti Emha Ainun Najib dan Korrie
Rayun Lampan lahir dari asuhan Umbu.Kemana saja saya?Bayangan saya yang tertawa
pun muncul kembali.Tapi setelah saya membaca beberapa artikel tentang Umbu saya
kembali bertanya, apakah teman-teman saya di Majelis Puisi tidak asing dengan
nama Umbu? Apakah mereka telah mengetahui tentang Umbu sebelumnya? Seingat
saya, pengasuh dan guru puisi kami, Toto ST Radik, belum pernah menyebut dan
menyinggungnama Umbu sebelumnya. Hal tersebut tentu tidak bisa dijadikan alibi
atas ketidaktahuan saya pada sosok Umbu.Oleh karenanya saya terus mencari dan
membaca artikel-artikel dengan bantuan google,
si mesin pencari.
Hampir semua artikel bicara hal yang sama
tentang Umbu. Ada yang menceritakan profil singkat Umbu.Ada juga yang bercerita
tentang pengalamannya berinteraksi langsung dengan Umbu yang kini tinggal di
Pulau Dewata itu.Ah, sayangnya tulisan saya ini hanya sebatas pengetahuan saya
dari artikel-artikel orang lain. Tidak seperti mereka yang menuliskannya
berdasarkan pengalaman empirik dengan langsung mewawancarai lelaki yang
dijuluki penyair misterius itu.Julukan ‘misterius’ disematkan pada Umbu karena
ia merupakan sastrawan yang enggan muncul ke permukaan.Ia lebih asik bergerak dengan
kesunyian. Sepi
bukan berarti kosong, tetapi justru penuh geriap energi didalamnya.Begitu kata Umbu.Saya
mengamini ungkapan itu karena saya pun merasakan hal yang sama. Toto ST Radik
juga sering berbicara tentang kesunyian yang harus dimasuki seorang penyair
dalam proses kreatifnya. Dalam kesunyian itu bukanlah kehampaan, justru
disanalah letak kekuatan.Ketika sunyi, dengan kekuatan penuh, kita bergulat
dengan kata, bergumul dengan pikiran dan perasaan.
Itulah jawaban dari
kemisteriusan Umbu Landu Paranggi.Baginya hidup adalah pilihan dan pilihan itu
membawa setiap orang pada peran masing-masing. Jika Sapardi, Rendra, Taufik
Ismail, Emha Ainun Najib, dan penyair-penyair papan atas lain memilih tampil ke
permukaan, bergerak di garda depan dalam menekuni kepenyairan, maka Umbu adalah
orang yang bergerak di belakang layar. Ia terus bergerak menyebarkan semangat
perpuisian pada orang-orang yang ingin menjadi penyair. Jika penyair
seangkatannya telah memiliki ratusan puisi yang dipublikasikan dalam bentuk buku,
maka ini tidak berlaku bagi Umbu.Baginya cukuplah ia berperan sebagai orang
belakang.
Pengetahuan baru
yang saya dapatkan tentang Umbu, menggiring ingatan saya pada buku ‘Relawan
Dunia’ karya relawan-relawan Rumah Dunia Serang.Salah satu penulisnya adalah
Firman Venayaksa.Penulis yang pernah menjabat sebagai Presiden Rumah Dunia itu
menceritakan tentang latar belakang berdirinya Rumah Dunia dan bagaimana ia
bisa bersinggungan langsung dengan para pendirinya, Gol A Gong dan Toto ST
Radik. Firman mengibaratkan Gol A Gong sebagai dunia dan Toto ST Radik sebagai
rumahnya. Sebagaimana rumah, ia selalu jadi tempat berangkat dan pulang. Rumah
selalu jadi tempat awal menciptakan semangathingga kita bisa berjuang meraih
kesuksesan.Ketika kita sukses di luar rumah, rumah tak merasa perlu ikut
serta.Ia akan setia menunggu kita pulang. Sesederhana apapun rumah itu, selalu
jadi tempat kembali yang baik.
Baik Umbu maupun
Toto adalah sosok yang menginspirasi dan memotivasi saya bahwa menjadi penyair,
bukan berarti mesti bergelar penyair.Bukan berarti harus punya puluhan buku dan
berbangga dengannya.Menjadi penyair lebih pada memberikan kekuatan dan
menyebarkan semangat pada orang sekitar tanpa pamrih.Dan tetap menjaga
kesederhanaan dalam bersikap, serta tidak diliputi kesombongan.
0 komentar:
Post a Comment