Mencintai dan Mencemburui

Oleh Anna Lestari

Saat rindu datang. Obatnya adalah tulisan.
Seharusnya adalah pertemuan.
Namun, betapa waktu masih saja bisu.
Tak tahu kapan kita dapat bertemu.



Sudah tiga tahun lima bulan duapuluh enam hari aku bersama lelaki itu. Lelaki yang supel dan selalu ceria serta ramah pada siapapun. Lantas aku bertanya, sedang apa dirinya, bersama siapa, adakah dia mengingatku dan berniat menjengukku? Namun rupanya langit masih saja kelabu. Hingga lukisan rinduku berubah jadi abu-abu. Kudengar ia baik-baik saja. Di sana ia dapatkan dunianya. Dan aku di sini sungguh mendambakan pertemuan. Ah, sungguh aku telah berlebihan. Aku terlalu banyak meminta. Meski hanya meminta bertemu saja. Adakah aku bersalah dalam hal ini? Kuharap tidak. Sekalipun memang aku salah, ya biar kuterima itu sebagai kesalahanku.

Lalu aku berpikir, betapa garis cinta dan benci sangatlah tipis. Seperti kebahagiaan dan kesedihan yang kerap datang pada malam-malam sunyi yang kulalui sendiri. Aku ingin bahagia dan membahagiakan orang lain. Namun aku belum mampu. Lantas mana yang harus aku dahulukan? Membahagiakan diri sendiri atau berusaha membahagiakan orang lain? Apa yang akan kau lakukan jika ada di posisiku? Apakah kau akan pergi menghantam angin seperti yang kulakukan? Berharap ada kelegaan yang kudapat. Berharap ada cinta di tiap inchi jalan yang kupijak.

Hari ini hujan. Sejak siang. Lantas kutanya ia sedang apa. Ia sedang istirahat katanya. Lalu kuputuskan untuk melakukan hal lain. Tak lama ia datang dan suaranya kembali hadir di sela-sela siang serta hujan. Di menit pertama, bahagia mengalir dalam dada. Ia bergurau betapa ia berharap suatu saat kita bisa hidup bersama, duduk dan saling melempar senyum ketika ia berdiri di podium. Atau kita sama-sama menyiram kebun di belakang rumah kita. Bersama anak-anak binaan yang juga kita anggap sebagai buah cinta kita sendiri. Namun tiba-tiba saja bayangan indah itu buyar. Buyar oleh kecemburuan. Kupikir kecemburuan itu seperti racun. Mendidihkan darah serta membuat kulit muka terasa panas. Lantas bagaimana menghilangkan rasa itu? Karena sejujurnya, cemburuku hanya akan membuat segalanya menjadi kacau. Dan bukan tak mungkin sedetik saja kita akan jadi orang asing.

Dan bagi siapa saja yang sudi membaca cerita ini. Jadilah orang yang kuat. Jangan jadi seperti aku yang lemah dan mudah menangis. Jika kalian memiliki cinta, jadikan cintamu sebagai sumber kebahagiaan. Bukan sumber penderitaan. Jika ada kecemburuan, maka ajari aku untuk menghilangkannya. Kawan, ajarilah aku mencintai tanpa mencemburui. Ajarilah aku tersenyum meski rinduku tak jua terkubur.

Tangerang, 31 Mei 2012  14:32

0 komentar:

Post a Comment