Oleh Anna Lestari
Judul
Buku : Kepada Para Pangeran
Penulis : Toto ST Radik
Penerbit : Gong Publishing
Tebal : 98 halaman
Puisi, bagi sebagian orang,
barangkali hanya dianggap sebagai media ekspresi semata. Namun ternyata lebih
dari itu, puisi justru bisa jadi hal yang sangat magis. Puisi bisa berisi
ramalan masa depan karena diproses dari pemikiran penyairnya yang tidak hanya
berdasarkan kegelisahan masa lalu dan masa kini, tetapi juga pada prediksi atau
hipotesa terhadap masa depan. Hal ini mungkin tidak pernah disadari sebelumnya
karena katakata hanya bertuah bila itu
terjadi dan dijadikan perbincangan dijadikan tanda. (Toto ST Radik, Mencari
dan Kehilangan, LiST, 1996)
Seorang penyair harus memiliki pemikiran yang
jauh ke depan. Sehingga puisinya tidak hanya memasuki ranah komunikasi dasar
seperti yang disebutkan Laswell (who says
what in which channel to whom with what effect) saja. Tetapi sampai juga
pada hakikat komunikasi lainnya yaitu memengaruhi atau mengubah pemikiran dan
prilaku seseorang.
Buku puisi Kepada Para Pangeran seperti
sebuah buku nubuat. Penyairnya memberikan penjabaran tentang hal-hal yang
pernah terjadi di masa lalu yang sangat mungkin akan terjadi lagi pada masa
depan. Bahkan beberapa hal yang diramalkan sudah bisa kita saksiskan
kebenarannya saat ini. Seperti beberapa bait puisi berjudul Kelahiran berikut:
ternyata seluruhnya
bukan mimpi
terang sudah kini:
mereka, para pangeran,
menanti di titik
kala
dalam kawal upacara
…
bersiaplah,
pangeran
sebab ini awal
perihmu yang panjang
menuju singgasana
Puisi
tersebut seperti suatu ancaman bagi para pemimpin pemerintah (dalam hal ini
disimbolkan dengan pangerang) yang harus bersiap menghadapi berbagai masalah pelik
dalam kurun waktu yang panjang. Atau dapat diartikan juga sebagai peringatan
kepada para pemimpin bahwa saat mereka terpilih menjadi penguasa pemerintah,
maka saat itu pula keperihan menanti mereka. Namun biasanya yang disadari atau
dilihat banyak orang, saat seseorang terpilih menjadi pemimpin maka kebahagiaan,
respek, dan kebanggaan lah yang didapat. Di sinilah perbedaan mata penyair
dengan mata orang-orang kebanyakan. Penyair akan lebih jeli mengasah cara
pandang mereka.
Ketika
penyair meramu atau mengolah puisi, maka segala diksi, majas, tipografi, dan
serangkaian unsur lainnya, haruslah menjadi kesatuan yang utuh. Toto ST Radik
selalu mengibaratkan puisi seperti gemblong, yang ditumbuk terus hingga
benar-benar padat. Seperti itu lah semua puisi yang ada dalam buku ini, baik
itu puisi-puisi pendek, atau pun puisi-puisi panjang. Dan hampir semua puisinya
seolah hidup dan mengajak kita berkomunikasi memasuki ranah emosi yang sangat
dalam. Kita akan ikut geram dan gelisah, kita tidak dibiarkan tenang oleh si
penyair. Bahkan dalam beberapa puisi prosaic-nya
seperti Bermain, Flu, dan Ketika Kau Lahir, kita seperti melihat sebuah film
pendek yang benar-benar hidup dalam layar imajiner kita. Kita ikut gembira,
haru, dan segala perasaan lainnya.
ibumu terbaring di
ranjang menanti perut dibuka
aku merendam gundah
di selasar, kaka tak henti bertanyatanya
tentang dirimu.
saat itu pukul sebelas dan gerimis melebat
menerjuni malam.
apa arti ketuban pecah? malam itu terasa
ngilu sekali,
tubuhku seakan patah, seperti ranting yang lepas
dan remuk membentur
batu
(Ketika Kau Lahir,
hlm. 90)
Pada
akhirnya, puisi haruslah ditulis dengan mengerahkan seluruh kekuatan jiwa dan
raga, mengaduk emosi pembaca, dan tidak hanya menghanyutkan kita dalam
kesenangan masa lalu, tapi juga meneror kita akan ancaman-ancaman masa depan. Dengan
kata lain, puisi menjadi nubuat, dan penyair sebagai peramalnya.
__________
Anna
Lestari lahir di Tangerang, 19 Februari 1990. Lulusan UIN Syarif Hidayatullah.
Bergiat di Majelis Puisi Rumah Dunia sejak 2012. Kini bekerja sebagai layouter
Nekad Publishing dan advertiser di Genta Collection.
0 komentar:
Post a Comment