Oleh Anna Lestari
Siang itu, Minggu 19 Mei 2013,
mendung bergelayut di Kota Serang. Tapi tidak di Rumah Dunia, sebuah komunitas
literasi yang berlokasi di Komplek Hegar Alam, Ciloang. Keceriaan tersebut
dikarenakan hadirnya Pipiet Senja. Penulis 57 tahun yang telah mendedikasikan
40 tahun masa hidupnya untuk berkarya; menulis dan membuat buku. Seratus lebih
bukunya telah diterbitkan. Keren, bukan?
Perbincangan seru pun dimulai
saat pertama kali Bunda Pipiet angkat bicara soal kegilaannya menulis. Penyakit
thalasemia yang dideritanya tidak menjadikannya patah semangat, justru
membuatnya semakin giat menulis. Bahkan saat dirawat di ICCU dengan kondisi
lemah pun ia tetap menulis. Dari sakit itu lah banyak buku-buku yang lahir.
Gimana nggak gila tuh?!
Selain memperkenalkan buku-buku
teranyarnya, Bunda Pipiet juga membongkar ‘dapur’ kreatifnya. Penulis sastra
islami sekaligus motivator menulis ini memulai karirnya dari rahim puisi. Sejak
umur 17 tahun ia mulai bergulat dengan puisi dan mengganyang media-media lokal
yang ada di Bandung dan sekitarnya. Puisi-puisinya tentu tidak langsung dimuat
oleh redaktur, berkali-kali karyanya ditolak dan dinilai minus. Tapi ia tidak
menyerah.
“Kita harus punya muka tembok
kalau mau jadi penulis. Harus gencar mengirim karya ke media. Sekali ditolak,
jangan putus asa. Terus kirim lagi, lagi dan lagi!” begitu canda Bunda Pipiet.
Ia juga membagi pengalaman
serunya ketika ‘mengancam’ redaktur. Ia mengirimkan karya ke majalah Aktuil
(asuhan Remy Sylado) dengan menuliskan pesan pengantar yang lumayan ekstrim.
“Saya menderita thalassemia,
dokter bilang, umur saya tidak akan bertahan lama. Makanya, tolong muat karya
saya. Kalau nggak, nanti kalau saya mati, saya gentayangin!” Ucap Bunda dengan
mimik serius.
“Akhirnya karya saya dimuat.
Nggak tahu karena ancaman saya atau memang karena karya saya layak dimuat.” Tawa
dan sorak sorai pun pecah.
***
Diskusi sore itu dengan Pipiet
Senja tidak hanya membuat saya termotivasi untuk terus menulis. Semangat hidup,
kegigihan dan perjuangannya pun menjadi semacam cambukan bagi saya. Saya pantas
malu, dengan kondisi fisik yang sehat, saya malah sering malas-malasan menulis.
Saya juga sering sekali mengeluh jika kena sakit sedikit saja. Padahal Bunda
Pipiet malah senang hati menerima penyakitnya.
“Penyakit mah ngapain dipikirin,
jalanin aja. Hitung-hitung latihan. Ini baru di dunia loh, di akhirat pasti
bakal lebih sakit.” Ungkapnya bijak.
0 komentar:
Post a Comment