Rere
adalah pelacur lesbian yang terjerat dalam pelacuran terorganisir yang dipegang
oleh Mami Lani. Awalnya Mami Lani menjelma peri baik hati yang menolong Rere
ketika hidup sendirian di Jakarta dengan keadaan hamil. Setelah bayi Rere
lahir, Mami Lani berubah menjadi srigala yang memaksa Rere menjadi pelacur yang
melayani perempuan maupun laki-laki.
“Gue ini pelacur…,”
kata Re: nyaris tak terdengar. “Jangan sampai di tubuhnya melekat keringat
pelacur. Peluk dia untukku.” (Re: hlm.138)
Kutipan
dalam novel Re: karya Maman Suherman di atas adalah satu dari banyak moral story yang bisa kita dapat dari
novel terbitan POP April 2014 lalu ini. Sebagai pelacur Re: sadar betul telah
menjadi bagian dari tatapan miring masyarakat. Sehingga Re: tak ingin Melur,
anak perempuannya yang diadopsi oleh seorang guru, mengetahui pekerjaannya.
Bahkan ia tak ingin, setetes keringatnya pun sampai menempel di tubuh Melur. Ia
menitipkan pelukan hangatnya untuk sang anak pada Herman, sopir pribadi
sekaligus teman curhatnya dua tahun belakangan.
Maman
Suherman, jurnalis kelahiran Makassar yang malang melintang di industri kreatif
sejak 1988 ini, menyuguhkan cerita tentang kehidupan malam Jakarta yang gemerlap
dengan diskotek, termasuk aktivitas prostitusi di dalamnya. Jika Eka Kurniawan
punya Dewi Ayu, pelacur di jaman pendudukan Jepang dalam Cantik Itu Luka. Maka
Herman punya Rere, pelacur yang menjadi objek penelitian untuk skripsinya saat
kuliah di Jurusan Kriminologi, FISIP Universitas Indonesia. Novel Re: adalah
novel based on true story yang risetnya dilakukan selama dua tahun. Tak heran
bila Maman mampu menjelaskan secara rinci, mempetakan, dan menceritakan kembali
realitas yang terjadi saat itu menjadi cerita yang mengalir dan sarat
informasi.
Herman
menceritakan kisah Rere dengan lugas dan jelas. Agaknya profesinya sebagai
jurnalis cukup memengaruhi gaya tulisannya yang tidak berpanjang-panjang dengan
metafor atau bahasa liris tapi langsung tepat sasaran. Meski pun terkesan to
the point, Maman mampu memberikan beberapa scene
yang membuat mata berkaca-kaca. Di antaranya adalah saat Rere hanya berani
melihat anaknya dari jauh dan saat Rere menuliskan puisi untuk Herman di bab
Tetirah sebagai pesan terakhir sebelum Rere meninggal dengan tragis: disalib di
tiang listrik dengan luka besetan di seluruh tubuh dan potongan cutter yang masih menempel di pahanya.
Man,
Kalau
mau ikut surgakan aku,
Tuntaskan
skripsimu.
Tulis
apa adanya, kabarkan tentangku
Dan
tentang duniaku
Jaga
dan peluk Melur, untukku. (Re: hlm.153)
Moral
story yang
diberikan tokoh Rere bukan seperti ceramah agama, tapi langsung dicerminkan
lewat kehidupannya yang sarat luka.
0 komentar:
Post a Comment