Puisi Sunyi Penyair Riau

Saya mengusung judul Puisi Sunyi Penyair Riau untuk essai ini karena kecenderungan yang ada dari puisi-puisi di buku “Ijab Kabul Pengantin” ini bernuansa sunyi.Puisi sebagaimana telah kita ketahui, sering lahir dari kesunyian baik itu kesunyian lingkungan maupun kesunyian batin si penyair.Kesunyian lingkungan berarti suasana lingkungan di mana ia menuliskan puisi memang sedang sepi, tidak gaduh sehingga memberikan kontribusi positif bagi konsentrasi si penyair. Sedangkan kesunyian batin merupakan keadaan sunyi senyap di mana hanya ada dirinya dan imajinasinya karena si penyair sudah asik masyuk ke dalam dunia puisi.
Pemilihan buku puisi Hafney Maulana ini lebih dikarenakan keinginan untuk mengetahui lebih jauh puisi-puisi Hafney. Selama ini saya mengenal Hafney di komunitas Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia yang saya geluti lima bulan terakhir. Hafney juga beberapa kali mendapatkan penghargaan di kompetisi menulis puisi yang diadakan oleh FAM. Iajuga termasuk ke dalam daftar penyair yang lolos seleksi Pertemuan Penyair Nusantara VI yang akan dilangsungkan di Jambi akhir tahun ini.
Hafney Maulana adalah penyair kelahiran Indragili Hilir, Riau, tahun 1965.Puisi-puisinya pernah dimuat di media lokal maupun nasional.Hafney juga telah banyak melahirkan buku puisi.Penyair yang juga bekerja sebagai pengawas sekolah di lingkungan Kementrian Agama Kabupaten Indragili Hilir, Riau ini sering mengikuti events sastra seperti Mimbar Penyair Abad 21, Pertemuan Sastrawan Nusantara IX, Pertemuan Sastrawan Indonesia, dan lain-lain.
Dalam buku “Ijab Kabul Pengantin” yang juga merupakan salah satu judul puisi di dalamnya, kesunyian adalah rasa yang kentara pada puisi-puisi Hafney.Meskipun judulnya dirasa kurang mewakili isi buku karena puisi-puisinya bukan hanya tentang pengantin atau yang berhubungan dengan itu.Tidak ada kategori khusus baik secara tema maupun jenis puisi yang disajikan dalam “Ijab Kabul Pengantin.”Puisi-puisi personal, religius, bertutur dan puisi sosial berbaur dan bertebaran di setiap halaman tanpa ada runutan tata letak.
Seperti yang dikemukakan Hafney dalam pengantar buku puisinya, puisi baginya adalah seni dan seni adalah bagian dari kehidupan. Maka ia bergumul dengan puisi seperti ia bergumul dengan kehidupannya yang sarat seni itu. Puisi-puisi yang ialahirkan juga tak pelak melalui proses perenungan dan pergulatan dengan kata. Terlihat dari majas-majasmetafora, repetisi, dan alegori yang ia mainkan.
Puisi-puisi personalnya banyak menggambarkan suasana batin Hafney yang melakukan introspeksi diri atas pikiran, perasaan atau perbuatannya.Tak jarang juga si penyair menyatakan penyesalan atas waktu yang telah terlewat tanpa manfaat.Hal tersebut bisa dilihat salah satunya dari puisi berjudul “Kasidah Waktu”berikut :
Inilah perjalanan tanpa peta
Yang mengalirkan sampah
Di nadiku
Antara jalan dan gang
Sungai dan jurang
Yang membesarkan ikan-ikan sunyi
Dalam rabuku
Terkapar di jala waktu
Inilah perjalanan
Ketika usia tinggal sayap di ranjang tidur
Menyambut kutukan mimpi
Yang datang dalam mataku
Seandainya ini takdirku
Mungkin hanya, ‘selamat tinggal’
Sebuah rumah sunyi dalam otakku

Selain itu, banyak pula puisi yang menggunakan repetisi atau pengulangan. Seperti puisi-puisi berikut :
KETIKA MALAM
Ketika malam. Kubuka jendela kamar
Ada angin menampar mukaku
Ketika malam. Aku bediri di depan cermin
Ada wajah mirip aku
Ketika malam. Kucari diriku
Pada laci
Pada lemari
Pada kantong bajuku
Ketika malam. Aku tertunduk
Mengutip-ngutip waktu


BERIKAN AKU

Berikan aku
Setangkai mawar
Akan kutanam di taman nestapa

Berikan aku
Setitik air
Akan kusiram jiwa gelora

Berikan aku
Sebutir tasbih
Akan kutelan pengobat rindu

Sementara itu, puisi-puisi sosialnya lebih banyak menyoroti tentang perubahan zaman yang menggilas membuat orang-orang semakin terpuruk.Puisi sosialnya tidakdituliskan dengan cukup lugas, Hafney masih menggunakan metafora-metafora.Salah satu contoh puisi sosialnya yaitu puisi yang berjudul “Ada Jerit Ketika Pintu Terbuka”.

Ada jerit ketika pintu dibuka
Engsel-engsel berkarat. Sebuah rumah sunyi
Cuma tangis, kelaparan menyambut pagi tiba

Beginilah.Ada langit tanpa cahaya.
Jam hanya batas usia
Menyekalkan kesunyian.Menyanyikan erangan.
Mendengkurkan rintihan

Peradaban hanya burung hantu yang menunggu


Dari semua puisi yang ada di buku “Ijab Kabul Pengantin”, semua judulnya diambil dari salah satu baris puisinya.Jarang sekali ada diksi judul yang berbeda dari diksi barisnya.Sekalipun ada, hanya sedikit saja perubahannya.

0 komentar:

Post a Comment